Pengelolaan Arsip Statis: Dari 'Pensiun' Jadi Harta Karun Abadi (Bedah UU 43/2009)

 


Pernah bertanya-tanya ke mana perginya dokumen-dokumen penting negara setelah tidak lagi dipakai sehari-hari? Apakah surat keputusan bersejarah, laporan proyek vital, atau naskah perjanjian penting einfach hilang ditelan zaman? Jawabannya: tentu tidak. Dokumen-dokumen paling berharga itu justru memasuki babak baru yang lebih mulia, yaitu menjadi Arsip Statis.

Jika arsip dinamis adalah arsip yang masih aktif bekerja, maka arsip statis adalah para "pensiunan" terhormat yang tugasnya kini beralih menjadi memori kolektif bangsa. Pengelolaannya sangat krusial dan diatur secara detail dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Yuk, kita selami bagaimana negara merawat harta karun abadi ini!

Apa Bedanya Arsip Statis dan Siapa yang Mengelolanya?

Menurut UU 43/2009, arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis masa retensinya, dan diberi keterangan dipermanenkan setelah diverifikasi oleh lembaga kearsipan. Singkatnya, ini adalah arsip-arsip pilihan yang dinilai layak disimpan selamanya karena nilai sejarahnya.

Perbedaan kuncinya dengan arsip dinamis terletak pada pengelolanya. Jika arsip dinamis menjadi tanggung jawab penciptanya, maka pengelolaan arsip statis menjadi tanggung jawab penuh

lembaga kearsipan , seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di tingkat pusat, serta arsip daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Misi utamanya pun sangat luhur: menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Empat Jurus Sakti Mengelola Harta Karun Bangsa

UU No. 43 Tahun 2009 menggariskan empat pilar utama dalam pengelolaan arsip statis. Anggap saja ini sebagai alur kerja untuk mengubah dokumen "pensiun" menjadi warisan abadi.

1. Akuisisi (The Great Collection) Akuisisi adalah proses penambahan khazanah arsip statis pada lembaga kearsipan. Ini adalah gerbang pertama di mana arsip-arsip bernilai sejarah dikumpulkan. Sumbernya bisa dari mana saja:

  • Penyerahan dari lembaga negara, pemda, BUMN/BUMD, dan perguruan tinggi.

  • Penyerahan dari perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, hingga perseorangan.

Bahkan, lembaga kearsipan wajib membuat Daftar Pencarian Arsip (DPA), yaitu daftar arsip bernilai sejarah yang sedang dicari. Jika ada masyarakat yang memiliki atau menyimpan arsip yang ada di dalam DPA, mereka wajib menyerahkannya kepada lembaga kearsipan. Proses akuisisi ini juga menandai peralihan tanggung jawab pengelolaan sepenuhnya ke lembaga kearsipan.

2. Pengolahan (Menyusun Puzzle Sejarah) Arsip yang sudah diakuisisi tidak langsung ditumpuk di gudang. Tahap selanjutnya adalah pengolahan, yaitu proses menata dan mendeskripsikan arsip secara sistematis. Proses ini wajib berpegang pada dua asas sakral kearsipan:

  • Asas Asal Usul (Principle of Provenance): Menjaga agar arsip tetap terkelola dalam satu kesatuan pencipta arsipnya, tidak dicampur aduk.

  • Asas Aturan Asli (Principle of Original Order): Menjaga tatanan arsip sesuai pengaturan aslinya saat masih aktif digunakan.

Analogi sederhananya, arsiparis bekerja seperti sejarawan yang menyusun kepingan puzzle. Mereka harus tahu setiap kepingan berasal dari mana (asal usul) dan bagaimana susunan gambar aslinya (aturan asli) agar cerita yang tersaji utuh dan tidak salah.

3. Preservasi (Jurus Anti-Lapuk dan Perawatan Abadi) Tujuan preservasi adalah untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis. UU membagi kegiatan ini menjadi dua jenis:

  • Preventif: Tindakan pencegahan sebelum kerusakan terjadi. Contohnya, mengatur suhu dan kelembapan ruang simpan, menggunakan media simpan bebas asam, dan melakukan fumigasi.

  • Kuratif: Tindakan perbaikan ketika arsip sudah terlanjur rusak. Misalnya, menambal kertas yang sobek atau merestorasi dokumen yang pudar.

Ini seperti "spa" dan "rumah sakit" untuk dokumen, memastikan mereka tetap sehat dan panjang umur untuk bisa dinikmati generasi mendatang.

4. Akses (Membuka Gerbang Informasi untuk Publik) Inilah tujuan akhir dari semua proses ini: kemanfaatan untuk publik. UU 43/2009 menegaskan bahwa arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum. Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses bagi kepentingan pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik

Ada aturan main yang menarik soal keterbukaan ini. Arsip statis yang dinyatakan tertutup bisa menjadi terbuka setelah melewati masa penyimpanan 25 (dua puluh lima) tahun. Lembaga kearsipan bahkan bisa menetapkan keterbukaan lebih cepat dengan berbagai pertimbangan, seperti untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Jaminan Keaslian: Stempel Autentik dari Negara

Untuk memperkuat kepercayaan publik, lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis. Ini adalah pernyataan bahwa sebuah arsip, termasuk yang sudah dialihmediakan (misalnya, menjadi format digital), adalah asli atau sesuai dengan aslinya.

Penutup: Dari Laci Meja Menjadi Warisan Dunia

Pengelolaan arsip statis adalah sebuah perjalanan epik. Sebuah dokumen yang awalnya hanya rekaman kegiatan rutin bisa bertransformasi menjadi bukti pertanggungjawaban nasional dan jendela untuk memahami masa lalu. Melalui UU No. 43 Tahun 2009, Indonesia memiliki kerangka kerja yang kuat untuk memastikan tidak ada satu pun memori penting bangsa yang hilang. Arsip-arsip ini adalah warisan kita semua, dijaga hari ini untuk menginspirasi dan mencerahkan masa depan.