ZMedia Purwodadi

Peran Jadwal Retensi Arsip (JRA) sebagai Dasar Pelaksanaan Penyusutan Arsip

Table of Contents

 

Dalam siklus hidup pengelolaan informasi, setiap organisasi dihadapkan pada kenyataan bahwa volume arsip terus bertambah. Tanpa instrumen kendali yang jelas, penumpukan arsip dapat mengakibatkan inefisiensi, pembengkakan biaya, dan risiko hukum. Di sinilah penyusutan arsip menjadi sebuah kebutuhan strategis. Namun, proses penyusutan tidak dapat dilakukan secara subjektif atau berdasarkan perkiraan. Diperlukan sebuah dasar hukum yang objektif dan terukur, dan instrumen tersebut adalah Jadwal Retensi Arsip (JRA).

Berdasarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Nomor 37 Tahun 2016, JRA adalah komponen fundamental yang menjadi dasar bagi seluruh kegiatan penyusutan arsip. Tanpa JRA yang sah, proses penyusutan kehilangan landasan hukumnya dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. JRA didefinisikan sebagai daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan (retensi), jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip, apakah akan dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan. Peran JRA meresap ke dalam setiap pilar penyusutan: pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan.

JRA sebagai Penentu Waktu Pemindahan Arsip Inaktif

Pilar pertama penyusutan adalah pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan. Pertanyaan mendasar dalam proses ini adalah: "Kapan sebuah arsip dapat dianggap inaktif?" Jawabannya secara tegas disediakan oleh JRA. Petugas kearsipan akan melakukan penyeleksian dengan cara melihat kolom retensi aktif pada JRA. Apabila jangka waktu retensi aktif suatu arsip telah habis atau terlampaui, maka arsip tersebut secara resmi telah memasuki masa inaktif dan dapat dipindahkan.

Dengan demikian, JRA berfungsi sebagai pemicu (trigger) untuk memulai proses penyusutan. Ia memberikan kepastian waktu dan menghilangkan ambiguitas, memastikan bahwa semua unit kerja menerapkan standar yang sama dalam mengidentifikasi arsip inaktif. Tanpa JRA, penentuan status arsip menjadi tidak konsisten dan berisiko memindahkan arsip yang sebetulnya masih aktif digunakan.

JRA sebagai Landasan Hukum Pemusnahan Arsip

Pemusnahan adalah kegiatan paling kritis dalam penyusutan karena bersifat final dan tidak dapat diubah (irreversible). JRA berperan sebagai perisai hukum yang memastikan bahwa pemusnahan dilakukan secara sah dan bertanggung jawab. Menurut Peraturan ANRI No. 37 Tahun 2016, sebuah arsip hanya dapat diusulkan musnah jika telah memenuhi dua kriteria utama yang termaktub dalam JRA:

  1. Telah Habis Retensinya: Masa simpan arsip, baik aktif maupun inaktif, telah berakhir sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam JRA.

  2. Berketerangan Dimusnahkan: Pada kolom keterangan di JRA, arsip tersebut secara eksplisit diberi rekomendasi untuk dimusnahkan.

Panitia penilai arsip akan menggunakan JRA sebagai acuan utama saat melakukan penyeleksian dan membuat daftar arsip usul musnah. Jika salah satu dari dua syarat tersebut tidak terpenuhi, arsip tidak boleh dimusnahkan. Bahkan, peraturan ini menegaskan bahwa pencipta arsip yang belum memiliki JRA harus mendapatkan persetujuan langsung dari Kepala ANRI untuk melakukan pemusnahan, yang menunjukkan betapa sentralnya keberadaan JRA dalam memberikan legitimasi pada proses ini.

JRA sebagai Pemandu Penyelamatan Arsip Statis

Di sisi lain dari pemusnahan, JRA juga berfungsi sebagai instrumen penyelamatan arsip yang bernilai abadi. Pilar ketiga penyusutan, yaitu penyerahan arsip statis, sepenuhnya bergantung pada petunjuk yang ada di JRA. Arsip statis adalah arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan dan harus dilestarikan untuk generasi mendatang.

JRA menjadi alat untuk mengidentifikasi arsip-arsip ini. Penyeleksian arsip yang akan diserahkan ke lembaga kearsipan dilakukan dengan memeriksa JRA untuk arsip yang memenuhi syarat berikut:

  • Telah habis masa retensinya.

  • Pada kolom keterangan dinyatakan "dipermanenkan".

Ketika kriteria ini terpenuhi, arsip tersebut memasuki masa usul serah dan harus disiapkan untuk diserahkan kepada lembaga kearsipan. Dengan ini, JRA memastikan bahwa warisan dokumenter bangsa tidak ikut musnah, melainkan diamankan dan dikelola oleh negara.

Kesimpulan

Jadwal Retensi Arsip (JRA) bukanlah sekadar daftar administratif. Ia adalah jantung dari proses penyusutan arsip yang diatur dalam Peraturan ANRI Nomor 37 Tahun 2016. JRA memberikan kepastian hukum, objektivitas, dan konsistensi pada setiap tahapan, mulai dari menentukan kapan arsip menjadi inaktif, memberikan legitimasi untuk pemusnahan, hingga menjadi pemandu untuk penyelamatan arsip statis. Oleh karena itu, penyusunan, penetapan, dan penerapan JRA secara konsisten merupakan prasyarat mutlak bagi setiap organisasi yang ingin melaksanakan tata kelola kearsipan yang efisien, efektif, dan patuh terhadap peraturan.

Posting Komentar