Sejarah dan Aktivitas Sesar Lembang, Ancaman di Jawa Barat

Arsiparis.web.id- Di balik keindahan alam Kota Bandung yang dikelilingi oleh gunung-gunung, tersembunyi bahaya geologis yang jarang diketahui oleh penduduk.
Salah satu sumber bahaya adalah Patahan Lembang, sesar aktif yang terletak di bagian utara kawasan Bandung Raya. Patahan ini diperkirakan mampu memicu gempa besar yang bisa berdampak luas.
Lembang tidak merupakan hal yang baru, tetapi kehadirannya sering kali tidak mendapat perhatian masyarakat. Padahal, catatan geologis menunjukkan bahwa sesar ini memiliki riwayat aktivitas penting sejak ribuan tahun lalu. Keadaan ini menyebabkan para ahli geologi terus mengamati pergerakannya.
Kemudian, apa sebenarnya Sesar Lembang, bagaimana proses terbentuknya, dan bagaimana jejak gempa yang pernah terjadi di masa lalu serta era kini? Berikut penjelasan lengkapnya.
Lembang adalah sesar aktif yang berjenis strike-slip atau pergeseran horizontal, terletak sekitar 10 kilometer utara Kota Bandung, Jawa Barat. Sesar ini memiliki panjang sekitar 25 hingga 29 kilometer, mulai dari Padalarang hingga Jatinangor.
Gerakan sesar ini berupa pergerakan ke kiri (sinistral) dengan variasi ketinggian. Tingginya mencapai sekitar 450 meter di area Gunung Palasari Maribaya, sementara di wilayah Cisarua hanya sekitar 40 meter. Sifat ini menunjukkan kompleksitas struktur geologi di daerah tersebut.
Sesar Lembang terbentuk pada masa Kuarter, khususnya pada periode Pleistosen sekitar 500.000 tahun yang lalu. Awalnya, proses ini berkaitan dengan runtuhnya kompleks Gunung Berapi Sunda–Burangrang. Kejadian tersebut menghasilkan struktur sesar turun yang kemudian berkembang menjadi sesar mendatar aktif yang menjadi penyebab gempa bumi.
Rekaman geologis mencatat gempa besar yang terjadi sekitar 2.000 tahun yang lalu dengan kekuatan 6,8. Kejadian tersebut menyebabkan penurunan sekitar 1,7 meter di bagian utara sesar. Sekitar 500 tahun kemudian, gempa susulan kembali terjadi dan menambah penurunan antara 0,5 hingga 1 meter.
Kecepatan pergerakan patahan Lembang tercatat antara 0,2 hingga 3,45 milimeter setiap tahun. Para ilmuwan memprediksi gempa besar yang dapat dipicu oleh patahan ini mungkin memiliki kekuatan antara 6,5 hingga 7,0, dengan siklus ulangan berkisar antara 170 hingga 670 tahun. Berdasarkan data geologis, gempa besar terakhir diperkirakan terjadi pada abad ke-17.
Di era modern, beberapa gempa bumi kecil telah tercatat di Jalur Sesar Lembang, antara lain:
• 28 Agustus 2011: Gempa berkekuatan 3,3 skala Richter dengan kedalaman dangkal merusak 384 rumah di Desa Muril, Jambudipa, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
• 14 dan 18 Mei 2017: Gempa dengan kekuatan 2,8 dan 2,9 mengguncang wilayah sekitar patahan tanpa menyebabkan kerusakan signifikan.
• 20 Agustus 2025: Gempa berkekuatan 1,7 skala Richter terjadi di daerah sesar dengan kedalaman 10 kilometer, disertai dengan peningkatan aktivitas seismik ringan dalam beberapa bulan terakhir.
Pengawasan terhadap Sesar Lembang telah dilakukan sejak tahun 1963 dengan pemasangan alat seismograf. Selain itu, upaya mitigasi juga mencakup pemetaan daerah rentan bencana, sosialisasi kepada masyarakat, serta pembangunan rumah tahan gempa untuk meminimalkan bahaya apabila terjadi gempa besar.
Pemerintah juga telah menetapkan wilayah aman sejauh 100 hingga 150 meter dari garis patahan sesuai dengan standar global. Beberapa desa yang terletak di sepanjang patahan mulai menerapkan sistem peringatan dini, menyediakan jalur evakuasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko gempa bumi.
Dengan sifatnya, Sesar Lembang merupakan salah satu ancaman nyata bagi kawasan Bandung Raya. Meskipun pergerakannya berlangsung perlahan, energi yang terus menumpuk dapat memicu gempa besar setiap saat. Kesiapan masyarakat menjadi faktor penting dalam mengurangi dampaknya.
Posting Komentar