Sejarah Jepang: Dari Prasejarah hingga Era Kamakura

TOKYO, Arsiparis.web.idJepang merupakan salah satu negara yang paling berkembang di dunia. Selain terkenal akan kemajuan teknologinya, Jepang masih mempertahankan kebudayaannya.
Tidak heran jika negara ini selalu menarik untuk dikunjungi, dieksplorasi, bahkan banyak orang yang ingin belajar di negeri Sakura tersebut.
Bagi yang ingin memahami lebih dalam mengenai negara ini, dapat mencari tahu lebih lanjut tentang sejarah Jepang yang juga dikenal sebagai negeri samurai.
Dikutip dari lembaga pendidikan untuk masyarakat di Asia,Asia Society Education, berikut ini adalah perjalanan waktu mengenai sejarah Jepang yang dimulai dari masa pra-sejarah hingga era Kamakura. Namun, terdapat banyak tanggal yang bersifat perkiraan.
Sejarah Jepang
Jomon (10.000 - 300 SM)
Pada masa Jomon, merupakan periode prasejarah yang melibatkan organisasi suku atau klan. Masyarakat pemburu dan pengumpul pada Zaman Batu yang membuat kerajinan tembikar Jomon (bermotif tali) tinggal di Jepang.
Kira-kira tahun 660 SM, mitos Jimmu ("Prajurit Ilahi"), keturunan dewi matahari Amaterasu Omikami, telah mendirikan kerajaan.
Yayoi (300 SM - 300 M)
Pada masa Yayoi dahulu, penanaman padi, pengolahan logam, dan pembuatan kerajinan tembikar dengan roda mulai dikenalkan dari Tiongkok dan Korea. Masa ini disebut "Yayoi" karena nama tempat di Tokyo di mana kerajinan tembikar yang dibuat dengan roda pertama kali ditemukan.
Di dalam agama Shinto, yang merupakan agama tertua di Jepang, masyarakat mengenali "Kami" (kekuatan surgawi) dalam alam serta sifat-sifat manusia seperti kesetiaan dan kebijaksanaan.
Pada abad ke-100 hingga 300, kelompok-kelompok lokal membentuk unit-unit politik dengan skala yang kecil.
Kofun (Yamato) (300-645)
Pada masa itu, negara yang bersatu dimulai dengan munculnya pemimpin klan yang kuat. Jepang juga mulai membangun hubungan erat dengan daratan Asia.
Para pemimpin klan yang telah meninggal dikuburkan dalam kofun (gundukan makam besar), dikelilingi oleh haniwa (patung tanah liat).
Pemimpin klan Yamato, yang mengklaim keturunan dari Amaterasu Omikami, memulai dinasti kekaisaran yang masih berkuasa hingga saat ini.
Selain itu, Jepang juga menggunakan aksara Tionghoa. Shotoku Taishi (574-622) mulai membangun masyarakat dan sistem pemerintahan Jepang berdasarkan model Tiongkok.
Ia berupaya memperkuat pemerintahan dan birokrasi yang efisien. Ia juga mengajak memberikan penghormatan terhadap agama Buddha serta nilai-nilai Konfusianisme.
Asuka (645-710)
Pada tahun itu muncul gelombang besar perubahan (Taika no Kaishin) yang bertujuan untuk memperkuat otoritas kaisar.
Misalnya, muncul keluarga-keluarga bangsawan baru. Dan yang paling kuat adalah keluarga Fujiwara no Kamatari yang berperan dalam memajukan perubahan.
Nara (710-794)
Kediaman kekaisaran selanjutnya mendirikan ibu kota baru di Nara yang menyerupai Chang-an Tiongkok. Meskipun para kaisar merupakan tokoh agama Shinto, mereka menjaga agama Buddha dengan keyakinan bahwa ajarannya dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan melindungi negara.
Selanjutnya, kisah-kisah mengenai pendirian Jepang disusun sebagai sejarah dalam buku Kojiki (Catatan Hal-hal Kuno) dan Nihon shoki (Sejarah Jepang). Setelah agama Buddha diadopsi sebagai agama resmi negara, biara-biara di Jepang kemudian memperoleh pengaruh politik.
Heian (794-1185)
Pada masa itu, pengadilan kekaisaran berpindah ke Heiankyo (yang kini dikenal sebagai Kyoto) agar terhindar dari pengaruh dominan agama Buddha di Nara. Pada tahun 838, hubungan resmi dengan Tiongkok terhenti.
Agama Buddha yang dipadukan dengan kepercayaan tradisional Shinto, terus berkembang. Perkembangan budaya Jepang klasik didukung oleh penemuan kana (suku kata yang digunakan untuk menulis bahasa Jepang).
Selain itu, terdapat masa di mana para perempuan istana menciptakan karya sastra terbaik. Novel Genji karya Murasaki Shikibu (sekitar tahun 1002) merupakan buku pertama di dunia. Namun, kekuasaan istana mulai menurun dengan munculnya para prajurit dari daerah (kelas militer).
Kamakura (1185-1333)
Pada tahun tersebut, pemerintahan militer dibentuk di Kamakura oleh Minamoto no Yoritomo. Kaisar, sebagai kepala negara, tetap berada di Kyoto bersama para bangsawan istana.
Pada tahun 1192, istana kaisar memberikan gelar shogun (jenderal yang menguasai bangsa asing) kepada Yoritomo. Para samurai menjadi kelas penguasa yang baru.
Pada tahun 1274 dan 1281, serangan Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan berhasil ditolak berkat bantuan angin ilahi atau badai. Namun, perlawanan terhadap invasi tersebut melemahkan sistem pemerintahan militer di Kamakura.
Posting Komentar